Ad Code

Responsive Advertisement

Perjalanan Seru di Jalur Alternatif Madiun-Nganjuk

Hari senin tgl 29 Februari 2016 saya dan suami pergi ke Nganjuk. Selain untuk silaturahmi ke tempatnya Guru ngaji suami, kami (saya khususnya) juga ingin menikmati 'me time' biar jadi pasangan kekinian. Kami pergi naik motor biar lebih irit seiritnya (bukan pelit), sehingga kami tidak membawa Alfi. Masih belum tega kalau mengajak Alfi pergi terlalu jauh naik motor. Apalagi sekarang lagi musim hujan, jadi sengaja kami meninggalkan Alfi di rumah bersama Embahnya (emak saya).

Rencana berangkat pagi, tapi ternyata harus mengantar tetangga takziah ke Ponorogo. Jadi jam 10 lebih kami baru bisa berangkat karena harus main umpet-umpetan sama Alfi juga. Kalau bapaknya yang pergi Alfi bisa bilang "hati-hati bapak", cium tangan kemudian dadah dadah dan menjawab salam. Tapi kalau ibuknya yang pergi bisa nangis kejer dia. 


Perjalanan kali ini suami mengajak lewat jalur alternatif Madiun-Nganjuk, katanya lebih cepat dan bisa menikmati suasana pegunungan. Dari rumah kami menuju Pagotan, kemudian di perempatan Pagotan kami belok kanan. Sampai perempatan Dagangan belok kiri, teruuuus belok kanan masuk desa Prambon, kemudian ketemu desa Pandansari masih teruuus aja, sampai akhirnya ketemu pasar Dungus. 

Dari pasar Dungus belok kanan, lurus sampai akhirnya masuk area hutan jati. Sampai daerah ini, jalannya masih mulus tapi sebelumnya ada beberapa aspal yang berlubang maupun bergelombang. Dan sialnya beberapa kali suami tidak sempat menghindari lubang-lubang tersebut. Akibatnya, motor terasa oleng dan gas terasa sangat berat. Suami langsung berhenti "Jangan-jangan bocor". Saya turun dan langsung pegang ban. Tindakan konyol sich, padahal sudah tahu ban kempes tapi masih saja dipegang. :).

Belum sempat kami mengeluh, ada pengendara motor lain dari belakang. Suami langsung melambaikan tangan dan alhamdulillah mau berhenti. "Maaf Pak numpang tanya, tambal ban sebelah mana ya?", tanya suami. "Itu mas, setelah tanjakan depan. Sekitar 400m", jawab bapak itu. Bapak itu malah menawarkan bantuan untuk membonceng saya agar suami lebih ringan menaiki motor dalam keadaan kempes pes. 400 m itu lumayan lho, apalagi satu tanjakan lumayan tinggi. Bisa pingsan kalau saya disuruh jalan. :)

Ketika ketemu tukang tambal ban, suami langsung minta ganti aja biar cepet. Selain cepat, suami juga yakin kalau ban dalam pasti rusak karena di geladak, jadi percuma juga kalau di tambal. Sebenarnya tukang tambalnya tidak ada ban baru, tapi mas nya bersedia membelikan. Jadi harus menunggu sekitar 20 menit kami baru bisa jalan lagi.

Ban bocor

Satu hal yang patut kami syukuri adalah, adanya pertolongan disaat darurat. Saya kalau misalnya ada orang minta bantuan di tengah hutan seperti yang kami alami belum tentu mau berhenti lho. Tahu sendiri khan banyak kejahatan yang berkedok kecelakaan atau sejenisnya di tempat-tempat sepi seperti itu. Pura-pura kecelakaan setelah ada pengendara berhenti malah di todong pakai senjata tajam dan dirampas semua hartanya. Ngeri khan??.

Saat itu kami baru sampai daerah Kare, belum ada seperempat perjalanan. Setelah itu, saya sudah tidak tahu lagi lewat daerah mana. Tapi yang jelas sungguh aduhai pemandangannya dan sangat menguji nyali saya yang takut ketinggian. Tak hanya naik turun tapi juga berbelok-belok, meliuk-liuk bagaikan ular tangga. Kebetulan hampir setiap kamis malam jum'at suami melewati daerah itu. Jadi sudah hafal jalannya sehingga mengurangi ke khawatiran saya.

Kadang kami di atas "Tuch liat, kita nanti mau lewat sana", kata suami sambil nunjuk bawah. Kalau sudah di bawah "Nah itu lihat, kita tadi barusan lewat sana", kata suami sambil nunjuk atas. Kadang kami berada di puncak tertinggi, dimana kami tidak bisa melihat gunung di kanan kiri.  Saya benar-benar menikmati sensasi yang berbeda-beda.  Antara takut, seneng, dan kagum atas ciptaan Allah dan juga kehebatan manusia yang bisa memanfaatkan lahan-lahan di area pegunungan untuk pertanian. 
wilangan kare (1)
Sekarang lagi musim tanam padi. Gambar dari sini

Sampai akhirnya kami sampai perbatasan Madiun-Nganjuk. Sekitar 200 meter sebelum dan sesudah gapura selamat datang jalanannya sangat rusak. Lewat jalur ini harus lebih hati-hati dan pelan-pelan agar bisa lebih jeli melihat mana jalan yang berlubang. Ibu hamil lebih baik jangan lewat jalur ini, atau mendingan jalan sekalian olah raga. :)

Setelah beberapa saat melewati jalan rusak parah, kami menemukan jalanan mulus lagi sampai  akhirnya ketemu jalan ke arah Air terjun Sedudo. Tapi kami ambil arah kiri karena kami akan menuju Ds. Cepoko. Kami sempat istirahat di warung bakso setelah itu baru melanjutkan perjalanan lagi. Sekitar jam 12.30 kami sampai tempat tujuan disambut ramah oleh tuan rumah. 

Seperti biasa, kami selalu mendapat siraman rohani yang bikin hati jadi lebih adem. Mengingat akhir-akhir ini banyak sekali ujian yang menimpa kami ketika hari H untuk membangun rumah semakin dekat. "Kalau tidak bisa tahun ini ya sudahlah, mau gimana lagi", kata suami putus asa. "Luruskan niat, harus yakin pasti bisa. Kalau ragu nanti hasilnya juga kurang maksimal. Intinya harus ikhlas melakukan apapun. Jangan semata-mata hanya karena uang", selalu begitu pesan beliau.  Setelah mendapat suntikan semangat dari beliau, semangat kami pun menyala lagi. Dan insyaallah kami tak akan membiarkan semangat itu surut kembali. 

Sekitar jam 14.30 kami diijinkan pulang. "Mau lewat jalan yang tadi lagi?", tanya suami. Saya langsung jawab tidak. Lha wong berdebar-debarnya jantung saya belum sembuh kok mau diajak lewat jalan yang tadi.

Keuntungan lewat jalur alternatif Madiun-Nganjuk ini yang jelas lebih cepat, terhindar dari macet terutama waktu lebaran, dan bisa menikmati pemandangan yang indah. Meskipun belum pernah lewat jalur ini, tidak perlu takut kesasar karena ada petunjuk jalannya. 

Tapi sebelum melewati jalur ini harus dipastikan kondisi kendaraan fit. Bagi yang bawa mobil, jangan lupa bawa ban serep dan perlengkapan tempurnya. Selain itu, beberapa lokasi di jalur ini rawan longsor jadi harus lebih hati-hati lagi kalau lewat ketika sedang hujan. Sedangkan kondisi jalan keseluruhan boleh dibilang mulus meskipun ada beberapa yang berlubang dan bergelombang dan ada sebagian yang rusak parah. Tapi sepertinya masih bisa diatasi lah ya asal kita lebih hati-hati dan waspada. 


Lalu, apakah saya kapok kalau diajak lewat jalur alternatif Madiun - Nganjuk lagi?? Tidak, tapi sepertinya lain kali jangan bawa motor matic biar lebih kuat dan aman. :)

Post a Comment

24 Comments

  1. Ciye ciye yang abis me time ama suamiiiiiiiiiiiii *colek dagu* hihihi. Seru kan Maaakkk :D

    ReplyDelete
  2. Mak, rumahmu dari pasar pagotan itu jauh ngga? Aku dulu pernah ke tempat temenku, pasar pagotan ke timur terus, tp aku lupa nama daerahnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masih ke selatan Mbak, jalan kebonsari tahu?

      Delete
    2. Sama SMA Geger yang pinggir jalan itu?

      Delete
  3. Pemandangannya cakep ya Mbak ..
    Duluuuu banget aku pernah ke Nganjuk lewat jalan alternatif juga, lewat hutan2 jati gitu. Tapi ngga tau nama daerahnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin jalan itu juga teh. Saya juga ga kenal daerah mana :)

      Delete
  4. kalo jalan bareng ayang mah mau ban bocor juga ttp seru dan asyik ya mak :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi kalau ga ada yang nolong tetep ga asyik kayaknya Mbak :)

      Delete
  5. wah fresh ya mbak habis jalan2 sama suami walaupun ada sedikit gangguan. Semoga ga trauma ya

    ReplyDelete
  6. Motornya mirip sama punya saya. Eh salah fokus :D
    Kalau di kampung emang kebanyakan rasa peduli dan tolong menolongnya masih tinggi, beda sama orang perkotaan. Bener gak sih?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Keluaran tahun yang sama Kali Mbak :)

      Iya, bener. Orang kampung mikirnya nolong aja ga mikirin modus2 penipuan yg sering terjadi di kota2 Kali ya :)

      Delete
  7. aduh kalau sudah ban pecah, mang kudu ganti semua y

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untung cuma kempes aja Mbak jadi cuma ganti ban dalam Aja :)

      Delete
  8. perjuangan wktu perjalanan terbayar dg pemandangan yg uwow wow ya mak, :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi tetep ga bisa rileks menikmatinya karena saya takut ehehe

      Delete
  9. Waduh medannya berat ya Mbak. Sampe aca "acara" kempes ban segala begitu. Wiih. Kalo saya, kayaknya bakal kapok lagi, deh pegi sejauh itu naik motor :D

    Oya, anak2 biasa seperti itu. Kalo boleh saran, nanti dibiasakan Alfi melihat ibunya pergi biar pelan2 bisa ditinggal. Usia berapa ya sekarang, Mbak?

    Sedikit share saja, karena saya di rumah ngurus anak2, anak2 saya begitu pada awalnya. Sekarang pun masih suka mewek yang tengah (Athifah) kalo ditinggal bejam2 padahal dia sudah kelas 3 SD hehehe.

    Tapi sejak bayi, sejak ngerti saya biasakan kalo saya pergi, anak2 melihat saya. Caranya dengan dikondisikan. Jadi bisa bbrp hari sebelumnya sudah saya beri tahu kalau saya mau pergi. Lalu sehari sebelumnua dibilang lagi ... diberi tahu juga kalo mereka gak diajak sambil diberi pengertian kenapa saya perlu pergi tanpa mereka. Kemudian bbrp jam kemudian diingatkan kalo saya mau pergi. Nah pas pergi, salim (cium tangan), walau agak berat, merka mau melepas saya pergi gak pake nagis kejer.

    Sekadar saran saja, Mbak Tarry. Kasihan juga kalo saban mau pergi mesti ngumpet2 :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seharusnya memang begitu ya kak, tapi belum saya praktekkan. Kalau sama Bapaknya sudah berhasil

      Terima kasih sharingnya kak :)

      Delete
  10. Jalan-jalan naik motor itu seru banget ya Mbak. Saya kalau naik motor sudah kode-kodean sama suami kalo mau memotret pemandangan.

    ReplyDelete
  11. Ah senengnya ya mbak ada pertolongan saat genting. Iya tuh kondisi kayak ban kempes atau pecah/bocor suka jadi modus kejahatan, yang mau nolong jadi waspada dan kalau kita ngalamin malah jadi H2C juga.

    ReplyDelete
  12. Pasti pemandangannya indah banget itu, tapi yang serem perjalanannya hehehe...

    ReplyDelete

Terima kasih atas kunjungannya.

Ad Code

Responsive Advertisement